Diberdayakan oleh Blogger.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

RSS

MENU

KLASIFIKASI HADIST


HADIST
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
pada mata kuliah “Pembelajaran Qur’an Dan Hadist”















Dosen Pengampu:
Khusniati Rofiah, M.SI


Disusun Oleh:
Bambang Iswahyudi
NIM: 210610029

KELAS: PG.A


JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PGMI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
2011

HADIST

A. Pengertian Hadist
Hadist secara etimologi berarti hadith (kata benda) dari kata al- tahdis yang berarti pembicaraan.[1]
Dalam terminologi Islam istilah hadis berarti melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad.
Menurut istilah ulama ahli hadis, hadis yaitu apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya (taqrîr), sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah diangkat sebagai Nabi (bi'tsah) dan terkadang juga sebelumnya. Sehingga, arti hadis di sini semakna dengan sunnah.[2]

B. Klasifikasi Hadist
a. Berdasarkan Kualitas Sanad Dan Matannya (Aspek Kualitas Hadist)
Kualitas hadist adalah taraf kepastian atau taraf dugaan tentang benar palsunya hadist itu berasal dari Rasulullah SAW. Penentuan kualitas hadist tergantung pada tiga hal yaitu: jumlah rawi, keadaan rawi, dan keadaan matan. [3] Klasifikasi hadist ditinjau dari aspek kualitas hadist, terbagi kedalam tiga tingkatan:
1.    Hadist Sahih
Imm al-Suyti mendefinisikan hadis dengan hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh perawi yang adil lagi dhabith, tidak syaz dan tidak ber ilat.[4]
Sahih berarti sehat, bersih dari cacat, sah, atau benar, sehingga hadist sahih menurut bahasa berarti hadist yang bersih dari cacat, atau hadist yang benar berasal dari Rasulullah SAW.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh hadist sahih adalah sebagai berikut:
1. Sambung sanadnya
2. Perawinya harus adil
3. Perawinya harus cermat dan kuat ingatannya
4. Tidak syadz
5. Tidak terkena
Hadistnya tidak terkena sebab-sebab sulit dan tersembunyi yang dapat merusak kesahihan hadist, padahal kenyataan lahirnya adalah selamat darinya.
Dari kelima syarat itu, apabila salah satu syarat tidak terpenuhi atau rusak, maka hadist dalam keadaan demikian tidak dapat disebut sebagai hadist sahih

a.  Pembagian hadist sahih
Hadist sahih dapat dibagi kepada dua bagian yaitu:
1.  Hadist sahih li dzatih.
Adalah hadist yang memenuhi secara lengkap syarat-syarat hadist sahih.
2. Hadist sahih li ghairih.
Adalah hadist dibawah tingkatan sahih yang menjadi hadist sahih karena diperkuat oleh hadist-hadist yang lain.
Selain perincian tersebut, ada pula penentuan urutan tingkatan hadist sahih, adalah hadist yang diriwayatkan oleh:
1.  Bukhari dan Muslim.
2.  Bukhari sendiri.
3.  Muslim sendiri.
4.  Ulama yang memakai syarat-syarat yang dipakai oleh Bukhari dan Muslim.
5.  Ulama yang memakai syarat-syarat yang dipakai oleh Bukhari sendiri.
6.  Ulama yang memakai syarat-syarat yang dipakai oleh Muslim sendiri.
7.  Ulama yang terpandang (mu’tabar).

2. Hadist Hasan
Hadist hasan, menurut bahasa berarti hadist yang baik. Para ulama menjelaskan bahwa hadist hasan tidak mengandung illat dan tidak mengandung kejanggalan. Kekurangan hadist hasan dari hadist sahih adalah pada keadaan rawi yang kurang dhabith, yakni kurang kuat hafalannya. Semua syarat hadist sahih dapat dipenuhi dhabithnya rawi (cermatnya rawi).[5]
Contoh hadist hasan, yang artinya :
Dari Abdullah bin Umar r.a. dari Nabi Saw bersabda:
"Sesungguhnya Allah SWT akan menerima taubat seorang hamba selama nafasnya belum sampai di tenggorokan (sakratul maut)". (Hadits diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dan Tirmizi. Ia berkata: hadits ini hasan.)
Pembagian hadist hasa :
1. Hadist hasan li dzatih.
Adalah hadist yang keadaannya seperti tergambar dalam batasan hadist hasan di atas.
2. Hadist hasan li ghairih.
     Adalah hadist dibawah derajat hadist hasan yang naik ke tingkatan hadist hasan karena ada hadist lain yang mengikutinya.
b. Klasifikasi Hadis Berdasarkan Kuantitas
Hadis Mutawatir : yang diriwayatkan oleh orang banyak pada semua tingkatan sanad, yang secara logis dan kebiasaan dapat dipastikan bahwa para rawi hadis itu mustahil bersekongkol untuk berdusta
1.  Hadis Mutawatir lazi : yang lafalnya banyak dan sama
2.  Hadis Mutawatir ma'nawi : yang lafalnya berbeda-beda tetapi semakna
3.  Hadis Mutawatir 'amali : perilaku yang sudah diamalkan orang banyak dan diyakini berdasarkan perintah Nabi Muhamma SAW

4.  Hadis ahad : yang diriwayatkan orang per orang (ahad merupakan jamak dari ahad = satu) yang tidak mencapai tingkat mutawatir, dan dapat diriwayatkan oleh seorang atau lebih
5.  Hadis masyhur : yang diriwayatkan paling tidak oleh tiga jalur rawi dan tidak kurang dari tiga, tetapi tidak sampai derajat mutawatir
6.  Hadis 'aziz : yang diriwayatkan melalui dua jalur rawi
7.  Hadis garib : yang diriwayatkan melalui satu jalur rawi

C. Kodifikasi Hadist.
Kodifikasi atau tadwin artinya pencatatan, panulisan atau pembukuan.[6]
Penulisan hadits pada masa Nabi secara umum justru malah dilarang. Masa pembukuannya pun terlambat sampai pada abad ke-2 H dan mengalami kejayaan pada abad ke-3 H. Perkembangan perhimpunan dan pengkodifikasian hadits di sini dibagi menjadi 5 periode, yaitu periode Nabi Muhammad SAW, Periode Sahabat, Periode Tabi’in, dan Periode Tabi’ tabi’in dan Periode setelah Tabi’ Tabi’in.
   Setelah Nabi wafat para sahabat belum memikirkan penghimpunan dan pengkodifikasian hadits, karena banyaknya problem yang dihadapi, diantaranya timbulnya kelompok orang yang murtad, timbulnya peperangan sehingga banyak orang-orang asing/non Arab yang masuk Islam yang tidak paham bahasa Arab secara baik sehingga dikhawatirkan tidak bisa membedakan antara al-Qur’an dan hadits.
Meskipun begitu terdapat beberapa dokumentasi penting sebelum pengkodifikasian hadits secara resmi, diantaranya:
1. Ash-shahifah as-shodiqoh, tulisan Abdullah bin Amr bin Ash (w. 65 H). Tulisan ini berbentuk lembaran-lembaran sesuai namanya ash-shahifah (lembaran), memuat kurang lebih 1000 hadits diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya dan kitab-kitab Sunan lainnya.
2. Ash-shahifah Jabir bin ‘Abd Allah Al-anshori (w. 78 H) yang diriwayatkan oleh sebagian sahabat. Jabir mempunyai majlis atau halaqoh di masjid Nabawi dan mengajarkan hadits-haditsnya secara imlak atau dikte.
3. Ash-shohifah Ash-shohihah, catatan salah seorang Tabi’in Hammam bin Munabbih (w. 130 H). hadits-haditsnya banyak diriwayatkan dari sahabt besar Abu Hurairah, berisikan kurang lebih 138 buah hadits. Haditsnya sampai kepada kita yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya dan oleh Al-Bukhori dalam berbagai bab.
Pada masa Tabi’in disebut masa Pengkodifikasian Hadits (al-jam’u wa at-Tadwin). Khalifh Umar bin Abdul Aziz (99-110 H) yakni yang hidup pada akhir abad 1H menganggap perlu adanya penghimpunan dan pembukuan hadits, karena beliau khawatir, lenyapnya ajaran-ajaran Nabi setelah wafatnya ulama baik dikalangan sahabat maupun tabi’in. maka beliau intruksikan kepada para gubernur diseluruh wilayah negeri Islam agar para ulama dan ahli ilmu menghimpun dan membukukan hadits. Muhammad bin Muslim bin Asy-Syihab Az-Zuhri dinilai sebagai orang pertama dalam melaksanakan tugas pengkodifikasian hadits dari khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Periode Tabi’in - Tabi’in yang paling sukses dalam pembukuan hadits, sebab pada masa ini ulama hadits telah berhasil memisahkan hadits Nabi SAW dari yang bukan hadits atau dari hadits Nabi, dari perkataan sahabat dan fatwanya dan telah berhasil pula mengadakan filterisasi (penyaringan) yang sangat teliti apa saja yang dikatakan Nabi, sehingga telah dapat di pisahkan mana hadits yang shahih dan mana yang bukan shahih. Yang pertama kali berhasil membukukan hadits shahih saja adalah Al-Bukhori kemudian disusul Imam Muslim. Oleh karena itu, periode ini dengan juga disebut masa kodifikasi dan filterisasi (Ashr Al-Jami’ wa At-Tashhih).
Pada masa Setelah Tabi’ Tabi’in disebut Penghimpunan dan penertiban (Al-Jam’I al-Tartib), Ulama yang hidup pada abad ke 4 H dan berikutnya disebut ulama Mutaakhirin atau Khalaf (modern) sedang yang hidup sebelum abad 4 H disebut ulama mutaqaddimin atau Ulama Salaf (klasik).

D. Kitab –Kitab Hadist.
a. Abad ke 2 H
1)   Al Muwaththa oleh Malik bin Anas
2)   Al Musnad oleh Ahmad bin Hambal (150 - 204 H / 767 - 820 M)
3)   Mukhtaliful Hadits oleh As Syafi'i
4)   Al Jami' oleh Abdurrazzaq Ash Shan'ani
5)   Mushannaf Syu'bah oleh Syu'bah bin Hajjaj (82 - 160 H / 701 - 776 M)
6)   Mushannaf Sufyan oleh Sufyan bin Uyainah (107 - 190 H / 725 - 814M)
7)   Mushannaf Al Laist oleh Al Laist bin Sa'ad (94 - 175 / 713 - 792 M)
8)   As Sunan Al Auza'i oleh Al Auza'i (88 - 157 / 707 - 773 M)
9)   As Sunan Al Humaidi (219 H / 834 M)

b.Abad ke 3 H
1)       Al Jami'ush Shahih Bukhari oleh Bukhari (194-256 H / 810-870 M)
2)       Al Jami'ush Shahih Muslim oleh Muslim (204-261 H / 820-875 M)
3)       As Sunan Ibnu Majah oleh Ibnu Majah (207-273 H / 824-887 M)
4)       As Sunan Abu Dawud oleh Abu Dawud (202-275 H / 817-889 M)
5)       As Sunan At Tirmidzi oleh At Tirmidzi (209-279 H / 825-892 M)
6)       As Sunan Nasai oleh An Nasai (225-303 H / 839-915 M)
7)       As Sunan Darimi oleh Darimi (181-255 H / 797-869 M)

c. Abad ke 4 H
1)        Al Mu'jamul Kabir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
2)        Al Mu'jamul Ausath oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
3)        Al Mu'jamush Shaghir oleh Ath Thabarani (260-340 H/873-952 M)
4)        Al Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M)
5)        Ash Shahih oleh Ibnu Khuzaimah (233-311 H / 838-924 M)
6)        At Taqasim wal Anwa' oleh Abu Awwanah (wafat 316 H / 928 M)
7)        As Shahih oleh Abu Hatim bin Hibban (wafat 354 H/ 965 M)
8)        Al Muntaqa oleh Ibnu Sakan (wafat 353 H / 964 M)
9)        As Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)
10)    Al Mushannaf oleh Ath Thahawi (239-321 H / 853-933 M)
11)    Al Musnad oleh Ibnu Nashar Ar Razi (wafat 301 H / 913 M)

d. Abad ke 5 H dan selanjutnya
Hasil penghimpunan.
Bersumber dari kutubus sittah saja: Jami'ul Ushul oleh Ibnu Atsir Al Jazari (556-630 H / 1160-1233 M), Tashiful Wushul oleh Al Fairuz Zabadi (1084 M).
Bersumber dari kkutubus sittah dan kitab lainnya, yaitu Jami'ul Masanid oleh Ibnu Katsir (706-774 H / 1302-1373 M).
Bersumber dari selain kutubus sittah, yaitu Jami'ush Shaghir oleh As Sayuthi (849-911 H / 1445-1505 M).

Kitab Al Hadits Hukum, diantaranya :
1)   Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M).
2)   As Sunannul Kubra oleh Al Baihaqi (384-458 H / 994-1066 M).
3)   Al Imam oleh Ibnul Daqiqil 'Id (625-702 H / 1228-1302 M).
4)   Muntaqal Akhbar oleh Majduddin Al Hirani (1254 M).
5)   Bulughul Maram oleh Ibnu Hajar Al Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M).
6)   Umdatul Ahkam oleh 'Abdul Ghani Al Maqdisi (541-600 H / 1146-1203 M).
7)   Al Muharrar oleh Ibnu Qadamah Al Maqdisi (675-744 H / 1276-1343 M).

Kitab Al Hadits Akhlaq.
1)   At Targhib wat Tarhib oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)
2)   Riyadhus Shalihin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)
3)   Syarah (semacam tafsir untuk Al Hadits).
4)   Untuk Shahih Bukhari terdapat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M).
5)   Untuk Shahih Muslim terdapat Minhajul Muhadditsin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M).
6)   Untuk Shahih Muslim terdapat Al Mu'allim oleh Al Maziri (wafat 536 H / 1142 M).
7)   Untuk Muntaqal Akhbar terdapat Nailul Authar oleh As Syaukani (wafat 1250 H / 1834 M).
8)   Untuk Bulughul Maram terdapat Subulussalam oleh Ash Shan'ani (wafat 1099 H / 1687 M).



http://www.aliyahromu.com/2011/07/kitab-kitab-hadits.html


[1] Khusniati Rofiah, Studi Ilmu Hadits,(Ponorogo, Stain Po Pres, 2010), 2.
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/hadits. Diakses 07/10/2011.
[4] Mohammad Nur Ihwa, Studi Ilmu Hadist, (Semarang,Rasai., 2007), 122.
[6] Khusniati Rofiah, Studi Ilmu Hadits, 76.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar